Sabtu, 04 Mei 2013
Peluang Bisnis Batubara Saat ini di Indonesia
Seperti bisnis pertambangan pada umumnya, terjun di bisnis batu bara bisa dibilang gampang-gampang susah. Dikatakan gampang karena proses penambangannya yang sederhana. Hanya menggali, mengeruk, mengumpulkan lalu menjualnya. Tapi, proses penambangan yang kelihatannya mudah itu bisa menjadi susah, manakala pemilik usaha penambangan tak peduli lingkungan di sekitarnya. Bisa juga, penambangan yang sedang berjalan harus berhenti karena dinilai tidak feasible. Bahkan, ada juga yang tiba-tiba diganggu tangan-tangan jahil penambang liar di wilayah konsesi. Akibatnya, proses penambangan menjadi tersendat-sendat.
Dikatakan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Soedjoko Tirtosoekotjo, ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menjalankan bisnis batu bara ini. Pertama, memperoleh konsesi dengan mengajukan izin penyelidikan umum, eksplorasi hingga eksploitasi. Untuk konsesi dibagi menjadi dua kategori, yaitu Kontrak Karya (KK) untuk area konsesi 100 ribu hektar dan Kuasa Penambangan (KP) dengan area konsesi 10 ribu ha. KP diperuntukkan bagi warga negara Indonesia (WNI). Izinnya pun dikeluarkan oleh bupati setempat kalau wilayah itu masih berada dalam satu kabupaten.
Bila area konsesi bertempat di perbatasan antara dua kabupaten, izin konsesi berasal dari gubernur. Sementara itu, bila area yang dimaksud ternyata berada di perbatasan dua provinsi, maka izinnya akan dikeluarkan Dirjen Pertambangan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Meskipun demikian, dalam praktiknya bisa saja menjadi beda. Soedjoko memberi contoh, kadang terjadi wilayah konsesi berada di perbatasan antara dua kabupaten. Izin yang semestinya keluar dari gubernur, dalam kenyataannya bisa dimintakan dari dua kabupaten yang bersinggungan tersebut.
Jika area yang berpotensi itu sudah dapat diketahui dengan pasti, pengusaha bisa mengajukan KP. Biasanya ada pengusaha yang tak mau repot. Pemburu KP yang termasuk kategori ini akan langsung mengincar wilayah pinggiran konsesi KK yang sudah eksis. Soedjoko menyayangkan, beberapa tahapan yang menjadi persyaratan umum pertambangan saat ini bisa dengan mudah dilalui dalam waktu yang singkat. Bahkan, kabarnya cukup mengeluarkan biaya Rp.300-500 juta untuk area konsesi dengan luas 10 ribu ha.
Soedjoko mengatakan bahwa, saat ini tak lagi mudah untuk mendapatkan area konsesi yang potensial di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur mengingat di kedua wilayah itu sudah terlalu banyak pemain yang beroperasi. Jika ada, nilai kalori batu baranya tergolong rendah. Di luar KK dan KP, konsultan pertambangan Andre Alis menambahkan, bahwa ada pula penguasaan pertambangan yang dilakukan koperasi unit desa (KUD). Hanya saja, dikatakan Andre, untuk pola KUD makin sedikit pemainnya.
Terkait lagi dengan konsesi, Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Simon Fellix Sembiring mengeluhkan pemberlakuan otonomi daerah terhadap sektor pertambangan batu bara. Belaiau berpendapat, sebelum diberlakukan otonomi daerah, semua perizinan diurus di pusat terlebih dulu. Jika sudah selesai urusan di pusat, barulah diserahkan ke daerah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar