Powered By Blogger

Senin, 04 Maret 2013

Engkaulah Anakku, Engkaulah Buah Hatiku

Semangat Pagi..

Alhamdulillah hari ini penuh nikmat dan saya bersyukur Allah Swt masih memberikan segala karunianya kepada saya, sehat, masih bernafas dan masih diberi kesempatan untuk terus belajar. Tentu bukan suatu kebetulan, ketika pagi tadi di salah satu grup BB membahas tentang anak, kaitannya dengan persoalan sekolah di usia balita. Alhamdulillah, banyak sekali pembelajaran walau dari sekedar membaca ataupun turut sharing dalam pembicaraan tersebut.

Banyak sekali, bahkan di antara kita atau saya pribadi pun dengan sadar ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Apalagi prioritasnya kalau bukan soal sekolah, memberikan makanan yang bergizi dan tambahan kebutuhan-kebutuhan lainnya, terutama berkaitan erat dengan psikolog anak Selalu saja, para orangtua bekerja tiada lain untuk memenuhi itu semua, demi sang buah hati. Sangat disadari bahwa emosional seperti itu ada dalam setiap diri orangtua, ga mungkin kita tidak mengusahakan secara maksimal untuk anak-anak kita. Istilahnya, apapun caranya, apapun jalannya selama itu halal pasti akan diusahakan demi anak-anak. wow, PR besar yaa bagi kita sebagai orangtua :)

Namun, entah menjadi kultur atau kebiasaan, atau entahlah... hal-hal seperti itu (mengusahakan sesuatu demi anak) pada akhirnya mengarah kepada keinginan sang orangtua agar anaknya begini atau begitu, harus ikut ini itu, harus masuk sekolah dan jurusan ini itu, dengan alih-alih orangtua tau yang terbaik untuk anak. (bisa dimaklumi jika sang anak masih berada dalam pengaruh teman-teman di saat usia yang masih dini) , Namun kita sebagai orangtua selayaknya harus bisa bersikap bijak juga, mengetahui keinginan sang anak dan memfasilitasinya secara baik. Saya ga mau munafik, beberapa kali dalam mengawasi anak-anak atau mendidik anak-anak saya kehilangan keseimbangan secara nalar dan emosional, hingga sampai pada akhirnya tercetuslah perkataan "Kamu harus begini atau begitu" naah... adakah yang seperti saya? tak perlu malu, untuk sebuah pembelajaran, hukumnya wajib bagi setiap insan terbentur dalam lubang kecil dulu agar mampu melewatinya dengan lebih baik, karena dari situ kita belajar. Memang pada kenyataan akan selalu ada yang menyatakan "coba aja deh lo, ngomong sama praktek kan beda" yes, memang akan susah jika kita menempatkan pikiran kita pada hal tesebut. Ada baiknya kembali kita merubah pola pikir kita bahwa "ok, tidak ada yang tidak bisa saya kerjakan, karena saya adalah apa yang saya pikirkan".  (terbaca lebih ringan kan?)

Lalu bagaimana dengan persoalan ketika pada saat anak kita masih di usia balita, tentu setiap pertumbuhan hari demi harinya merupakan suatu prestasi bagi para orangtua, benar? Namun sayangnya lagi... ketika kita tidak menemui hal tersebut dalam kepribadian anak kita, yang kita lakukan pada akhirnya menjudge atau malah membanding-bandingkan. "iya nih, anak gue ni susah diatur, anak gue ga bisa diem" (saya pernah mengucapkan hal seperti itu, namun alhamdulillah saya sudah mengurangi hal-hal yang negatif, saya tau bahwa setiap perkataan adalah doa, jadi semaksimal mungkin akan saya hindari kata-kata yang berimbas negatif pada anak-anak. Bagaimana dengan teman-teman yang mengalami hal serupa? *mari kita sama-sama intropeksi. Semakin lama kita mengatakan bahwa anak kita "seperti ini dan itu..." semakin lama hal tersebut akan masuk ke dalam alam bawah sadar anak kita. Jadi jangan heran ketika besar nanti, kita sebagai orangtua pun akan dibanding-bandingkan oleh anak kita. Ga mau kan? *sama :)

Keinginan anak versi keinginan orangtua jelas berbeda. masih inget ketika saya jaman-jaman smp sma dan kuliah, rasanya ga nyaman aja kalau saya diminta melakukan tidak sesuai keinginan saya. (tapi itu dulu, berbekal emosi yang labil atau ababil) sekarang justru saya memahami betul setiap kejadian tersebut. "ohh ternyata... ini hanya masalah komunikasi saja dengan orangtua" Nah.....

Orangtua saya ga pernah melarang saya melakukan kegiatan apa-apa, bahkan ketika saya meminta untuk masuk ke tempat les sekolah sampai selesai tanpa hasil memuaskan, orangtua saya pun tak mempermasalahkan berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk saya, karena saya tau bahwa saya adalah investasi terbaik buat mereka. Investasi yang tak perlu dihitung untung ruginya, karena orangtua sama sekali tak menghitung laba dari setiap pengorbanannya. *betul ga? mohon koreksi kalau saya kurang tepat yaa.

Kini... saya telah menjadi orangtua, yang setiap detiknya sepenuhnya apa yang saya lakukan akan ditiru atau diduplikasi oleh anak-anak saya. Vinka 8 tahun dan Adik Zahran 4 tahun, memang usia yang pas dari mereka menerima segala pembelajaran baik dari rumah, maupun lingkungan sekitar. Bagaimana saya bisa membatasi hal-hal yang datang dari luar? karena ketika vinka sekolah, saya tidak bisa melihat apa dan dengan siapa dia bergaul. Untuk itu, ketika dia sampai di rumah, inilah saatnya saya untuk melakukan pendekatan terus dengannya juga dengan adik zahran. Saya dengan segala apa yang saya miliki harus lebih memaksimalkan dan memprioritaskan anak-anak terlebih dahulu. Tentu saya ingin sekali menjadi ibu kesayangan mereka. Saya senang ketika mereka sedikit demi sedikit mengerti bahwa, meminta maf itu perlu (jika melakukan kesalahan), berterima kasih itu penting agar kita lebih menghargai sesama. Setelah itu... dengan sendirinya mereka akan mengatakan bahwa "Aku sayang Bunda" *berpelukan deh .... :)

Semoga kita bisa menjadi orangtua yang betul-betul amanah ya teman-teman... Karena anak kita hanyalah titipan dari sang Khaliq. Yuk... kita peluk anak-anak kita dan katakan pada mereka, "Thank You I Love You dear, maafkan Mama ya Nak" *bighug... Ketjup juga :D
"Engkaulah anakku, Engkaulah Buah Hatiku"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar